Popular Post

Posted by : Shindy Arlina S.pd

Moral Spiritual yang Berkembang di Masyarakat


Pengertian Moral
            Moral berasal dari bahasa latin ‘mores’, mores berarti adat kebiasaan atau suatu cara hidup.
Pengertian moral menurut beberapa ahli :

1.      Dian IbungMoral merupakan nilai yang dalam suatu lingkungan sosial dan mengatur tingkah laku seseorang

2.      Wiwit Wahyuning, Dkk
Moral berkenaan dengan norma - norma umum, mengenai apa yang baik atau benar dalam cara hidup seseorang

3.      Zainuddin Saifullah Nainggolan
Moral ialah suatu tendensi rohani untuk melakukan seperangkat standar dan norma yang mengatur perilaku seseorang dan masyarakat

4.      Maria Assumpta
Moral adalah aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia

5.      Sonny Keraf
Moral menjadi tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk menentukan baik buruknya tindakan manusia sebagai manusia, mungkin sebagai anggota masyarakat atau sebagai orang dengan jabatan tertentu atau profesi tertentu
        Moral secara ekplisit merupakan berbagai hal yang memiliki hubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa adanya moral manusia tidak akan bisa melakukan proses sosialisasi. Moral pada zaman sekarang memiliki nilai implisit karena banyak orang yang memiliki moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit.
       Moral itu merupakan salah satu sifat dasar yang diajarkan pada sekolah-sekolah serta manusia harus mempunyai moral jika ia masih ingin dihormati antar sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh.Penilaian terhadap moral sendiri dapat diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.

Didalam moral terdapat perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam menjalankan interaksi dengan manusia.Jika yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta mampu menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dapat dikatakan memiliki nilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral juga dapat juga diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, perbuatan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat, dll.
Moral merupakannorma yang bersifat kesadaran atau keinsyafan terhadap suatu kewajiban melakukan sesuatu atau suatu keharusan untuk meninggalkan perbuatan–perbuatan tertentu yang dinilai masyarakat dapat melanggar norma–norma. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa suatu kewajiban dan norma moral sekaligus menyangkut keharusan untuk bersikap bersopan santun. Baik sikap sopan santun maupun penilaian baik – buruk terhadap sesuatu, keduanya sama – sama bisa membuat manusia beruntung dan bisa juga merugikan. Disini terdapat kesadaran akan sesuatu perbuatan dengan memadukan kekuatan nilai intelektualitas dengan nilai – nilai moral.
Dalam kamus filsafat terdapat beberapa pengertian dan arti moral yang diantaranya adalah sebagai berikut:
·         Memiliki : kemampuan untuk diarahkan oleh keinsyafan benar atau salah. Kemampuan untuk mengarahkan orang lain sesuai dengan kaidah-kaidah perilaku nilai benar dan salah.
  • Menyangkut cara seseorang bertingkah laku dalam berhubungan dengan orang lain.
  • Menyangkut kegiatan-kegiatan yang dipandang baik atau buruk, benar atau salah, tepat atau tidak tepat.
  • Sesuai dengan kaidah-kaidah yang diterima, menyangkut apa yang dianggap benar, baik, adil dan pantas.
Setelah mengetahui pengertian dan arti moral sudah barang tentu kita harus memiliki moral yang baik jika kita masih ingin dianggap manusia. Oleh karena itu, mari kita tingkatkan generasi kita dengan menanamkan moral-moral moral yang baik.

 Prinsip-prinsip Moral
            Moral dalam istilah juga dipahami sebagai (1) Prinsip hidup yang berhubungan dengan benar dan salah, serta baik dan buruk. (2) Kemampuan untuk memahami perbedaan benar dan salah. (3) Ajaran tentang tingkah laku yang baik.
Untuk mengukur tindakan manusia secara moral, tolak ukurnya yaitu Prinsip-Prinsip Moral Dasar. Berikut ini adalah prinsip-prinsip moral dasar :
a. Prinsip Sikap Baik
Kita hendaknya jangan merugikan siapa saja, jadi bahwa sikap yang dituntut dari kita sebagai dasar dalam hubungan dengan siapa saja yaitu sikap yang positif dan baik. Prinsip utilitarisme, bahwa kita harus mengusahakan akibat-akibat baik sebanyak mungkin dan mengusahakan untuk sedapat-dapatnya mencegah akibat-akibat buruk dari tindakan kita bagi siapa saja yang terkena olehnya memang hanya masuk akal, kalau sudah diandaikan bahwa kita harus bersikap baik terhadap orang lain.
Dengan demikian prinsip moral dasar pertama dapat kita sebut prinsip sikap baik. Prinsip itu mendahului dan mendasari semua prinsip moral lain. Baru atas tuntutan dasar ini semua tuntutan moral lain masuk akal. Kalau tidak diandaikan bahwa pada dasarnya kita harus bersikap positif terhadap orang lain.
Prinsip ini mempunyai arti yang amat besar bagi kehidupan manusia. Hanya karena prinsip itu memang kita resapi dan rupa-rupanya mempunyai dasar dalam struktur psikis manusia, kita dapat bertemu dengan orang yang belum kita kenal tanpa takut. Karena sikap dasar itu kita dapat mengandaikan bahwa orang lain tidak akan langsung mengancam atau merugikan kita. Karena sikap dasar itu kita selalu mengandaikan bahwa yang memerlukan alasan bukan sikap yang baik melainkan sikap yang buruk. Jadi yang biasa pada manusia bukan sikap memusuhi dan mau membunuh, melainkan sikap bersedia untuk menerima baik dan membantu. Oleh karena itu berulang kali kita dapat mengalami bahwa orang yang sama sekali tidak kita kenal, secara spontan tidak membantu kita dalam kesusahan. Andaikata tidak demikian, andaikata sikap dasar antar manusia negatif, maka siapa saja harus kita curigai, bahkan kita pandang sebagai ancaman. Hubungan antar manusia akan mati.
b. Prinsip Keadilan
Keadilan tidak sama dengan sikap baik, dapat kita pahami pada sebuah contoh : untuk memberikan makanan kepada seorang ibu gelandangan yang menggendong anak, apakah saya boleh mengambil sebuah kotak susu dari sepermarket tanpa membayar, dengan pertimbangan bahwa kerugian itu amat kecil, sedangkan bagi ibu gelandangan itu sebuah kotak susu dapat berarti banyak baginya. Tetapi kecuali kalau betul-betul sama sekali tidak ada jalan lain untuk menjamin bahwa anak ibu itu dapat makan, kiranya kita harus mengatakan bahwa dengan segala maksud baik itu kita tetap tidak boleh mencuri. Mencuri melanggar hak milik pribadi dan dengan demikian keadilan. Berbuat baik dengan melanggar hak pihak ketiga tidak dibenarkan.

Adil pada hakekatnya berarti bahwa kita memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. Dan karena pada hakekatnya semua orang sama nilainya sebagai manusia, maka tuntutan paling dasariah keadilan ialah perlakuan yang sama terhadap semua orang, tentu dalam situasi yang sama. Jadi prinsip keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan. Suatu perlakuan yang tidak sama adalah tidak adil, kecuali dapat diperlihatkan mengapa ketidak samaan dapat dibenarkan (misalnya karena orang itu tidak membutuhkan bantuan). Suatu perlakuan tidak sama selalu perlu dibenarkan secara khusus, sedangkan perlakuan yang sama dengan sendirinya betul kecuali terdapat alasan-alasan khusus. Secara singkat keadilan menuntut agar kita jangan mau mencapai tujuan-tujuan, termasuk yang baik, dengan melanggar hak seseorang.
c. Prinsip Hormat Terhadap Diri Sendiri
Prinsip ini mengatakan bahwa kita wajib untuk selalu memperlakukan diri sebagai suatu yang bernilai pada dirinya sendiri. Prinsip ini berdasarkan faham bahwa manusia adalah person, pusat berpengertian dan berkehendak yang memiliki kebebasan dan suara hati, makhluk berakal budi. Oleh karena itu manusia tidak pernah boleh dianggap sebagai sarana semata-mata demi suatu tujuan yang lebih lanjut. Ia adalah tujuan yang bernilai pada dirinya sendiri, jadi nilainya bukan sekedar sebagai sarana untuk mencapai suatu maksud atau tujuan yang lebih jauh. Hal itu juga berlaku bagi kita sendiri. Maka manusia juga wajib untuk memperlakukan dirinya sendiri dengan hormat. Kita wajib menghormati martabat kita sendiri.
Prinsip ini mempunyai dua arah. Pertama dituntut agar kita tidak membiarkan diri diperas, diperalat, diperkosa atau diperbudak. Perlakuan semacam itu tidak wajar untuk kedua belah pihak, maka yang diperlakukan demikian jangan membiarkannya berlangsung begitu saja apabila ia dapat melawan. Kita mempunyai harga diri. Dipaksa untuk melakukan atau menyerahkan sesuatu tidak pernah wajar, karena berarti bahwa kehendak dan kebebasan eksistensial kita dianggap sepi. Kita diperlakukan sama seperti batu atau binatang. Hal itu juga berlaku apabila hubungan-hubungan pemerasan dan perbudakan dilakukan atas nama cinta kasih, oleh orang yang dekat dengan kita, seperti oleh orang tua atau suami. Kita berhak untuk menolak hubungan pemerasan, paksaan, pemerkosaan yang tidak pantas. Misalnya ada orang yang didatangi orang yang mengancam bahwa ia akan membunuh diri apabila dia itu tidak mau kawin dengannya, maka menurut hemat saya sebaiknya diberi jawaban “silahkan!” dengan resiko bahwa ia memang akan melalukannya (secara psikologis itu sangar tidak perlu dikhawatirkan; orang yang sungguh-sungguh untuk membunuh diri biasanya tidak agresif). Adalah tidak wajar dan secara moral tidak tepat untuk membiarkan dia diperas, juga kalau kita mau diperas atas nama kebaikan kita sendiri.
Yang kedua, kita jangan sampai membiarkan diri terlantar, kita mempunyai kewajiban bukan hanya terhadap orang lain, melainkan juga terhadap diri kita sendiri. Kita wajib untuk mengembangkan diri. Membiarkan diri terlantar berarti bahwa kita menyia-nyiakan bakat-bakat dan kemampuan-kemampuan yang dipercayakan kepada kita. Sekaligus kita dengan demikian menolak untuk memberikan sumbangan kepada masyarakat yang boleh diharapkannya dari kita.
Pendidikan karakter dengan menginduksikan nilai-nilai moral dasar seperti menepati janji, konsekuen, jujur, dan adil dalam sebuah pengalaman belajar akan sangat membantu pembentukan karakter moral pribadi. Sementara itu, sanksi-sanksi sosial terhadap pelanggaran nilai dan norma yang tidak sebatas pada penegakan hukum positif, tetapi juga penolakan masyarakat terhadap eksistensi para pelaku tindakan tidak bermoral dapat menjadi sebuah pengalaman belajar yang penting dalam pembentukan pribadi moral (moral person).
Sikap – sikap kepribadian dengan moral yang kuat, antara lain :
  1. Kejujuran
Dasar setiap usaha untuk menjadi orang yang kuat secara moral yaitu kejujuran. Tanpa kejujuran kita sebagai manusia tidak bisa maju selangkah pun karena kita belum berani menjadi diri kita sendiri. Tanpa kejujuran keutamaan-keutamaan moral lainnya juga akan kehilangan. Bersikap baik terhadap orang lain tanpa kejujuran adalah kemunafikan. Begitu juga sikap-sikap terpuji menjadi sarana kelicikan dan penipuan apabila tidak berakar dalam kejujuran yang bening.
Bersikap jujur terhadap orang lain berarti dua: pertama, sikap terbuka, kedua bersikap adil atau wajar. Sikap terbuka yang dimaksud yaitu kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri, sesuai dengan keyakinan kita.Kita dapat bersikap jujur terhadap orang lain, apabila kita jujur terhadap diri kita sendiri dengan kata lain, kita pertama-tama harus berhenti membohongi diri kita sendiri, kita harus berani melihat diri seadanya. Orang jujur tidak perlu mengkompensasikan perasaan minder dengan menjadi otoriter dan menindas orang lain.

Orang yang tidak jujur senantiasa berada dalam pelarian, ia ladi dari orang lain yang ditakuti sebagai ancaman, dan ia lari dari dirinya sendiri karena tidak berani menghadapi kenyataan yang sebenarnya. Maka kejujuran membutuhkan keberanian
  1. Nilai-Nilai Otentik
Otentik berarti asli, manusia otentik adalah manusia yang menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya, dengan kepribadian yang sebenarnya. Sedangkan manusia yang tidak otentik adalah orang yang seakan-akan tidak mempunyai kepribadian sendiri melainkan terbentuk oleh peranan yang ditimpakan kepadanya oleh masyarakat
Untuk menguji keotentikan cita-cita perlu percobaan-percobaan, contohnya ia memasuki lingkungan yang lain dengan nilai-nilai yang lain yang tanggung jawab dan inisiatifnya di tantang dan di beri kesempatan untuk menunjukkan inisiatifnya dengan tidak terlalu diatur.
  1. Kesediaan Untuk Bertanggung Jawab
Pertama, berarti kesediaan untuk melakukan apa yang harus dilakukan dengan sebaik mungkin. Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap tugas yang membebani kita. Karena kita terlibat pada pelaksanaanya, perasaan-perasaan seperti malas, takut tidak mempunyai tempat untuk berpijak. Kita akan melaksanakan dengan sebaik mungkin, meskipun di tuntut pengorbanan, kurang menguntungkan atau di tentang orang lain. Tugas bukan hanya sekedar masalah tetapi tugas dapat kita rasakan sebagai sesuatu yang mulia yang harus kita pelihara, kita selesaikan dengan baik.
Kedua, sikap bertanggung jawab mengatasi segala etika peraturan. Orang yang bertanggung jawab seperlunya akan melanggar peraturan kalau kelihatan tidak sesuai dengan tuntunan situasi. Misalnya saja, seorang pembantu rumah tangga berhak untuk pergi sesudah jam 18.00, tetapi tetap menjaga anak tuan rumah sampai mereka pulang meskipun lewat jam 18.00
Ketiga, dengan demikian wawasan orang yang bersedia untuk bertanggung jawab secara prinsipsial tidak terbatas. Ia tidak membatasi perhatiannya pada apa yang menjadi urusan dan kewajibanya, melainkan merasa bertanggung jawab dimana saja ia di perlukan.
Keempat, kesediaan untuk bertanggung jawab termasuk kesediaan untuk diminta, dan untuk memberikan, pertanggung jawaban atas tindakan-tindakanya atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya.Kesediaan untuk bertanggung jawab demikian adalah tanda kekuatan batin yang sudah mantap.
  1. Kemandirian dan Keberanian Moral
Kemandirian moral berarti bahwa kita tak pernah ikut-ikutan saja dengan berbagai pandangan moral dalam lingkungan kita, melainkan selalu membentuk penilaian dan pendirian sendiri dan bertindak sesuai dengannya. Kemandirian moral adalah kekuatan batin untuk mengambil sikap moral sendiri dan untuk bertindak sesuai dengannya. Mandiri secara moral berarti bahwa kita tidak dapat “di beli” oleh mayoritas, bahwa kita tidak akan pernah rukun hanya demi kebersamaan kalau kerukunan itu melanggar keadilan.
Sikap mandiri pada hakekatnya merupakan kemampuan untuk selalu membentuk penilaian terhadap suatu masalah moral. Kemandirian merupakan keutamaan intelektual dan kognitif. Sebagai ketekatan dalam bertindak sikap mandiri di sebut keberanian moral.Keberanian moral menunjukkan diri dalam tekat untuk tetap mempertahankan sikap yang telah diyakini sebagai kewajiban, walaupun tidak disetujui atau secara aktif dilawan oleh lingkungan.
Orang yang berani secara moral akan membuat pengalaman yang menarik. Setiap kali ia berani mempertahankan sikap yang diyakini, ia merasa lebih kuat dan berani dalam hatinya, dalam arti bahwa ia semakin dapat mengatasi perasaan takut dan malu yang sering mencekam dia. Ia merasa lebih mandiri. Ia memberikan semangat dan kekuatan berpijak bagi mereka yang lemah, yang menderita akibat kezaliman pihak-pihak yang kuat dan berkuasa.
  1. Kerendahan Hati
Kerendahan hati tidak berarti bahwa kita merendahkan diri, melainkan bahwa kita melihat diri seadanya. Kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri sesuai dengan kenyataannya. Ia tidak mengambil posisi berlebihan yang sulit dipertahankan kalau ditekan. Ia tidak takut bahwa kelemahannya ketahuan. Ia sendiri sudah mengetahuinya dan tidak meyembunyikannya.
Tanpa kerendahan hati keberanian moral mudah menjadi kesombongan atau kedok untuk menyembunyikan. Orang yang rendah hati sering menujukkan daya tahan yang paling besar apabila betul-betul harus diberikan perlawanan. Orang yang rendah hati tidak merasa diri penting dan karena itu berani untuk mempertaruhkan diri apabila ia sudah meyakini sikapnya sebagai tanggung jawabnya.
 6.  Realistik dan Kritis
Tanggung jawab moral menuntut sikap yang realistik. Apa yang menjadi kebutuhan orang dan masyarakat yang real hanya dapat di ketahui dari realitas itu sendiri. Sikap realistik mesti berbarengan dengan sikap kritis. Tanggung jawab moral menuntut agar kita terus menerus memperbaiki apa yang ada supaya lebih adil, sesuai dengan martabat manusia, dan supaya orang-orang dapat lebih bahagia. Prinsip-prinsip moral dasar ialah norma kritis yang kita letakkan pada keadaan. Sikap realistik tidak berarti kita menerima realitas begitu saja
Sikap kritis perlu juga terhadap segala macam kekuatan, kekuasaan dan wewenang dalam masyarakat. Kita tidak tunduk begitu saja, kita tidak dapat dan tidak boleh menyerahkan tanggung jawab kita kepada mereka. Begitu pula segala macam peraturan moral tradisional perlu disaring dengan kritis. Peraturan-peraturan itu pernah bertujuan untuk menjamin keadilan dan mengarahkan hidup dalam masyarakat kepada kebahagiaan. Tetapi apakah sekarang masih berfungsi demikian ataukah telah menjadi alat untuk mempertahankan keadaan yang justru tidak adil dan malahan membawa penderitaan.
Tanggung jawab moral yang nyata menuntut sikap realistik dan kritis, pedomannya ialah untuk menjamin keadilan dan menciptakan suatu keadaan masyarakat yang membuka kemungkinan lebih besar bagi anggota-anggota untuk membangun hidup yang lebih bebas dari penderitaan dan lebih bahagia.

Karakteristik manusia yang bermoral
Karakteristik manusia bermoral atau manusia tidak bermoral, jika dilihat dari pengertian dan beberapa istilah terkait pengertian moral ciri orang bermoral dan tidak bermoral adalah jika seseorang melakukan tindakan sesuai dengan nilai rasa dan budaya yang berlaku ditengah masyarakat tersebut dan dapat diterima dalam lingkungan kehidupan sesuai aturan yang berlaku maka orang tersebut dinilai memiliki moral.
Kata moral atau akhlakSering kali digunakan untuk menunjukkan pada suatu perilaku baik atau buruk, sopan santun dan kesesuaiannya dengan nilai-nilai kehidupan pada seseorang.
Terlepas dari perbedaan kata yang digunakan baik moral, etika, akhlak, budi pekerti mempunyai penekanan yang sama, yaitu adanya kualitas-kualitas yang baik yang teraplikasi dalam perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari, baik sifat-sifat yang ada dalam dirinya maupun dalam kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat.
Nilai baik sekaligus ciri manusia bermoral sebagai makhluk individu dapat dilihat dengan adanya perilaku seperti jujur, dapat dipercaya, adil, bertanggung jawab dan lain-lain, maupun sebagai makhluk sosial dalam hubungannya dalam masyarakat, seperti kejujuran, penghormatan sesama manusia, kerukunan, kesetiakawanan, solidaritas sosial.

Indikator manusia yang bermoral
  1. Personal improvement (pengembangan kepribadian); yaitu individu yang mempunyai kepribadian yang teguh terhadap nilai atau aturan yang diinternalisasi dalam dirinya. Dengan demikian, ia tidak mudah goyah dengan pengaruh lingkungan sosial yang dianggapnya tidak sesuai dengan nilai atau aturan yang diinternalisasi tersebut. Ciri kepribadian tersebut secara kontemporer diistilahkan sebagai integritas. Individu yang mempunyai integritas yang tinggi terhadap nilai dan aturan yang dia junjung tidak akan melakukan tindakan amoral. Sebagai contoh, individu yang menjunjung tinggi nilai agamanya tidak akan terpengaruh oleh lingkungan sosial untuk turut melakukan korupsi-manipulasi dan praktek mafia birokrasi. Dengan demikian, nilai atau aturan yang diinternalisasikan tersebut menjadi ‘tameng’ bagi dirinya supaya tidak terpengaruh oleh perilaku sosial yang menyimpang dari aturan tersebut. Faktor intrinsik inilah yang dalam terminologi Islam disebut sebagai istiqomah (konsisten dengan ajaran Tuhan).
  1. Social skill (kemampuan bersosialisasi); yaitu mempunyai kepekaan sosial yang tinggi sehingga mampu mengutamakan kepentingan orang lain. Hal ini ditunjukkan dengan hubungan sosialnya yang harmonis. Setiap nilai atau aturan universal tentunya akan mengarahkan manusia untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain dengan mengutamakan kepentingan orang banyak. Contohnya, individu yang religius pasti akan berbuat baik untuk orang lain atau mengutamakan kepentingan ummat. Orang yang mempunyai moralitas yang baik tentunya tidak akan egois, narsistik dan memperkaya diri sendiri dengan perilaku yang amoral seperti korupsi-manipulasi dan praktek mafia birokrasi. Dia akan lebih mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan orang lain maupun kepentingan generasi berikutnya. Orang yang bermoral cenderung akan mencari lingkungan sosial yang baik bagi perkembangan moralitasnya. Bahkan ketika ia berada di lingkungan sosial yang kurang bermoral maka moralitasnya tetap terjaga dan bersinar karena internalisasi nilai-nilai intrinsiknya tersebut. Dalam mengambil keputusan untuk kepentingan orang lain pun ia akan merujuk kepada nilai-nilai intrinsik tersebut. Inilah yang menyebabkan ia mampu mewarnai lingkungan sosialnya dengan sinaran moralitas dirinya. Dalam konteks Islam, faktor ini disebut sebagai muamallah (hubungan sosial yang baik).
  1. Comprehensive problem solving (solusi yang kompleks); yaitu sejauhmana individu dapat mengatasi konflik dilematis antara pengaruh lingkungan sosial yang tidak sesuai dengan nilai atau aturan dengan integritas pribadinya terhadap nilai atau aturan tersebut. Dalam arti, individu mempunyai pemahaman terhadap tindakan orang lain (perspektif lain) yang menyimpang tetapi individu tersebut tetap mendasarkan keputusan, sikap dan tindakannya kepada nilai atau aturan yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Sebagai contoh, seseorang tidak mau mengikuti lingkungan sosialnya untuk korupsi karena ia tetap menjunjung tinggi nilai atau aturan yang berlaku (kejujuran). Meskipun sebenarnya ia mampu memahami penyebab perilaku orang lain yang korupsi. Keluwesan dalam berfikir dan memahami inilah dibutuhkan untuk menilai suatu perbuatan tersebut benar atau salah. Konsep ini yang disebut dalam terminologi Islam sebagai hikmah (mengambil pelajaran yang berharga dari perspektif yang berbeda).
Perilaku moral masyarakat
            Proses pembentukan perilaku menyimpang :
       1.      Faktor Biologis
Cesare Lombrosso, seorang kriminolog dari Italia, dalam bukunya Crime, Its Causes and Remedies (1918) memberikan gambaran tentang perilaku menyimpang yang dikaitkan dengan bentuk tubuh seseorang. Dengan tegas, Lombrosso mengatakan bahwa ditinjau dari segi biologis penjahat itu keadaan fisiknya kurang maju apabila dibandingkan dengan keadaan fisik orang-orang biasa.Lombrosso berpendapat bahwa orang yang jahat dicirikan dengan ukuran rahang dan tulang-tulang pipi panjang, kelainan pada mata yang khas, tangan beserta jari-jarinya dan jari-jari kaki relatif besar, serta susunan gigi yang abnormal.
Sementara itu William Sheldon, seorang kriminolog Inggris dalam bukunya Varieties of Delinquent Youth (1949) membedakan bentuk tubuh manusia yang mempunyai kecenderungan melakukan penyimpangan ke dalam tiga bentuk, yaitu endomorph, mesomorph, dan ectomorph yang masing-masing memiliki ciri-ciri tertentu.

1)Endomorph (Bulat dan Serba Lembek)
Orang dengan bentuk tubuh ini menurut kesimpulannya dapat terpengaruh untuk melakukan perilaku menyimpang, karena sangat mudah tersinggung dan cenderung suka menyendiri.

2)Mesomorph (Atletis, Berotot Kuat, dan Kekar)
Orang dengan bentuk tubuh seperti ini sering menunjukkan sifat kasar dan bertekad untuk menuruti hawa nafsu atau keinginannya.Bentuk demikian ini biasanya identik dengan orang jahat yang paling sering melakukan perilaku menyimpang.

3)Ectomorph (Kurus Sekali dan Memperlihatkan Kelemahan Daya)
Orang yang seperti ini selalu menunjukkan kepasrahan, akan tetapi apabila mendapat penghinaan-penghinaan yang luar biasa tekanan jiwanya dapat meledak, dan barulah akan terjadi perilaku menyimpang darinya.
        2.      Faktor Psikologis
Banyak ahli sosiologi yang cenderung untuk menerima sebab-sebab psikologis sebagai penyebab pembentukan perilaku menyimpang.Misalnya hubungan antara orang tua dan anak yang tidak harmonis. Banyak orang meyakini bahwa hubungan antara orang tua dan anak merupakan salah satu ciri yang membedakan orang 'baik' dan orang 'tidak baik'. Sikap orang tua yang terlalu keras maupun terlalu lemah seringkali menjadi penyebab deviasi pada anak-anak.
 3.                  Faktor Sosiologis
Dari sudut pandang sosiologi, telah banyak teori yang dikembangkan untuk menerangkan faktor penyebab perilaku menyimpang. Misalnya, ada yang menyebutkan kawasan kumuh ( slum ) di kota besar sebagai tempat persemaian deviasi dan ada juga yang mengatakan bahwa sosialisasi yang buruk membuat orang berperilaku menyimpang. Selanjutnya ditemukan hubungan antara 'ekologi' kota dengan kejahatan, mabuk-mabukan, kenakalan remaja, dan bunuh diri. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan diuraikan beberapa sebab atau proses terjadinya perilaku menyimpang ditinjau dari faktor sosiologis.


Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © PGSD - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Nafi design -