- Back to Home »
- Etika dan Budi pekerti »
- Moral spiritual yang Berkembang di Masyarakat
Posted by : Shindy Arlina S.pd
Moral Spiritual yang Berkembang di Masyarakat
Pengertian Moral
Moral berasal dari bahasa latin
‘mores’, mores berarti adat kebiasaan atau suatu cara hidup.
Pengertian moral menurut beberapa
ahli :
1.
Dian IbungMoral
merupakan nilai yang dalam suatu lingkungan sosial dan mengatur tingkah laku
seseorang
2.
Wiwit Wahyuning, Dkk
Moral berkenaan dengan norma - norma umum, mengenai apa yang baik atau benar dalam cara hidup seseorang
Moral berkenaan dengan norma - norma umum, mengenai apa yang baik atau benar dalam cara hidup seseorang
3.
Zainuddin Saifullah
Nainggolan
Moral ialah suatu tendensi rohani untuk melakukan seperangkat standar dan norma yang mengatur perilaku seseorang dan masyarakat
Moral ialah suatu tendensi rohani untuk melakukan seperangkat standar dan norma yang mengatur perilaku seseorang dan masyarakat
4.
Maria Assumpta
Moral adalah aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia
Moral adalah aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia
5.
Sonny Keraf
Moral menjadi tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk menentukan baik buruknya tindakan manusia sebagai manusia, mungkin sebagai anggota masyarakat atau sebagai orang dengan jabatan tertentu atau profesi tertentu
Moral menjadi tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk menentukan baik buruknya tindakan manusia sebagai manusia, mungkin sebagai anggota masyarakat atau sebagai orang dengan jabatan tertentu atau profesi tertentu
Moral secara ekplisit merupakan
berbagai hal yang memiliki hubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa
adanya moral manusia tidak akan bisa melakukan proses sosialisasi. Moral pada
zaman sekarang memiliki nilai implisit karena banyak orang yang memiliki moral
atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit.
Moral itu merupakan salah satu sifat
dasar yang diajarkan pada sekolah-sekolah serta manusia harus mempunyai moral
jika ia masih ingin dihormati antar sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan
dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh.Penilaian terhadap moral sendiri
dapat diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.
Didalam moral terdapat
perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam menjalankan interaksi dengan
manusia.Jika yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku
di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta mampu menyenangkan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dapat dikatakan memiliki nilai mempunyai moral
yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral juga dapat juga diartikan sebagai
sikap, perilaku, tindakan, perbuatan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba
melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat,
dll.
Moral
merupakannorma
yang bersifat kesadaran atau keinsyafan terhadap suatu kewajiban melakukan
sesuatu atau suatu keharusan untuk meninggalkan perbuatan–perbuatan tertentu
yang dinilai masyarakat dapat melanggar norma–norma. Dalam hal ini dapat
dikatakan bahwa suatu kewajiban dan norma moral sekaligus menyangkut keharusan
untuk bersikap bersopan santun. Baik sikap sopan santun maupun penilaian baik –
buruk terhadap sesuatu, keduanya sama – sama bisa membuat manusia beruntung dan
bisa juga merugikan. Disini terdapat kesadaran akan sesuatu perbuatan dengan
memadukan kekuatan nilai intelektualitas dengan nilai – nilai moral.
Dalam kamus filsafat terdapat beberapa pengertian dan arti
moral yang diantaranya adalah sebagai berikut:
·
Memiliki : kemampuan untuk diarahkan oleh keinsyafan benar
atau salah. Kemampuan untuk mengarahkan orang lain sesuai dengan kaidah-kaidah
perilaku nilai benar dan salah.
- Menyangkut
cara seseorang bertingkah laku dalam berhubungan dengan orang lain.
- Menyangkut
kegiatan-kegiatan yang dipandang baik atau buruk, benar atau salah, tepat
atau tidak tepat.
- Sesuai
dengan kaidah-kaidah yang diterima, menyangkut apa yang dianggap benar,
baik, adil dan pantas.
Setelah mengetahui pengertian dan arti moral sudah barang
tentu kita harus memiliki moral yang baik jika kita masih ingin dianggap
manusia. Oleh karena itu, mari kita tingkatkan generasi kita dengan menanamkan
moral-moral moral yang baik.
Prinsip-prinsip Moral
Prinsip-prinsip Moral
Moral dalam istilah juga dipahami sebagai (1) Prinsip
hidup yang berhubungan dengan benar dan salah, serta baik dan buruk. (2)
Kemampuan untuk memahami perbedaan benar dan salah. (3) Ajaran tentang tingkah
laku yang baik.
Untuk mengukur tindakan
manusia secara moral, tolak ukurnya yaitu Prinsip-Prinsip Moral Dasar. Berikut
ini adalah prinsip-prinsip moral dasar :
a. Prinsip Sikap Baik
Kita hendaknya jangan merugikan
siapa saja, jadi bahwa sikap yang dituntut dari kita sebagai dasar dalam
hubungan dengan siapa saja yaitu sikap yang positif dan baik. Prinsip
utilitarisme, bahwa kita harus mengusahakan akibat-akibat baik sebanyak mungkin
dan mengusahakan untuk sedapat-dapatnya mencegah akibat-akibat buruk dari
tindakan kita bagi siapa saja yang terkena olehnya memang hanya masuk akal, kalau
sudah diandaikan bahwa kita harus bersikap baik terhadap orang lain.
Dengan demikian prinsip moral dasar
pertama dapat kita sebut prinsip sikap baik. Prinsip itu mendahului dan
mendasari semua prinsip moral lain. Baru atas tuntutan dasar ini semua tuntutan
moral lain masuk akal. Kalau tidak diandaikan bahwa pada dasarnya kita harus
bersikap positif terhadap orang lain.
Prinsip ini mempunyai arti yang amat
besar bagi kehidupan manusia. Hanya karena prinsip itu memang kita resapi dan
rupa-rupanya mempunyai dasar dalam struktur psikis manusia, kita dapat bertemu
dengan orang yang belum kita kenal tanpa takut. Karena sikap dasar itu kita
dapat mengandaikan bahwa orang lain tidak akan langsung mengancam atau
merugikan kita. Karena sikap dasar itu kita selalu mengandaikan bahwa yang
memerlukan alasan bukan sikap yang baik melainkan sikap yang buruk. Jadi yang
biasa pada manusia bukan sikap memusuhi dan mau membunuh, melainkan sikap
bersedia untuk menerima baik dan membantu. Oleh karena itu berulang kali kita dapat
mengalami bahwa orang yang sama sekali tidak kita kenal, secara spontan tidak
membantu kita dalam kesusahan. Andaikata tidak demikian, andaikata sikap dasar
antar manusia negatif, maka siapa saja harus kita curigai, bahkan kita pandang
sebagai ancaman. Hubungan antar manusia akan mati.
b. Prinsip Keadilan
Keadilan tidak sama dengan sikap
baik, dapat kita pahami pada sebuah contoh : untuk memberikan makanan kepada
seorang ibu gelandangan yang menggendong anak, apakah saya boleh mengambil
sebuah kotak susu dari sepermarket tanpa membayar, dengan pertimbangan bahwa
kerugian itu amat kecil, sedangkan bagi ibu gelandangan itu sebuah kotak susu
dapat berarti banyak baginya. Tetapi kecuali kalau betul-betul sama sekali
tidak ada jalan lain untuk menjamin bahwa anak ibu itu dapat makan, kiranya
kita harus mengatakan bahwa dengan segala maksud baik itu kita tetap tidak
boleh mencuri. Mencuri melanggar hak milik pribadi dan dengan demikian
keadilan. Berbuat baik dengan melanggar hak pihak ketiga tidak dibenarkan.
Adil pada hakekatnya berarti bahwa
kita memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. Dan karena pada
hakekatnya semua orang sama nilainya sebagai manusia, maka tuntutan paling
dasariah keadilan ialah perlakuan yang sama terhadap semua orang, tentu dalam
situasi yang sama. Jadi prinsip keadilan mengungkapkan kewajiban untuk
memberikan perlakuan yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang
bersangkutan. Suatu perlakuan yang tidak sama adalah tidak adil, kecuali dapat
diperlihatkan mengapa ketidak samaan dapat dibenarkan (misalnya karena orang
itu tidak membutuhkan bantuan). Suatu perlakuan tidak sama selalu perlu
dibenarkan secara khusus, sedangkan perlakuan yang sama dengan sendirinya betul
kecuali terdapat alasan-alasan khusus. Secara singkat keadilan menuntut agar
kita jangan mau mencapai tujuan-tujuan, termasuk yang baik, dengan melanggar
hak seseorang.
c. Prinsip Hormat Terhadap Diri
Sendiri
Prinsip ini mengatakan bahwa kita
wajib untuk selalu memperlakukan diri sebagai suatu yang bernilai pada dirinya
sendiri. Prinsip ini berdasarkan faham bahwa manusia adalah person, pusat
berpengertian dan berkehendak yang memiliki kebebasan dan suara hati, makhluk
berakal budi. Oleh karena itu manusia tidak pernah boleh dianggap sebagai
sarana semata-mata demi suatu tujuan yang lebih lanjut. Ia adalah tujuan yang
bernilai pada dirinya sendiri, jadi nilainya bukan sekedar sebagai sarana untuk
mencapai suatu maksud atau tujuan yang lebih jauh. Hal itu juga berlaku bagi
kita sendiri. Maka manusia juga wajib untuk memperlakukan dirinya sendiri
dengan hormat. Kita wajib menghormati martabat kita sendiri.
Prinsip ini mempunyai dua arah.
Pertama dituntut agar kita tidak membiarkan diri diperas, diperalat, diperkosa
atau diperbudak. Perlakuan semacam itu tidak wajar untuk kedua belah pihak,
maka yang diperlakukan demikian jangan membiarkannya berlangsung begitu saja
apabila ia dapat melawan. Kita mempunyai harga diri. Dipaksa untuk melakukan
atau menyerahkan sesuatu tidak pernah wajar, karena berarti bahwa kehendak dan
kebebasan eksistensial kita dianggap sepi. Kita diperlakukan sama seperti batu
atau binatang. Hal itu juga berlaku apabila hubungan-hubungan pemerasan dan
perbudakan dilakukan atas nama cinta kasih, oleh orang yang dekat dengan kita,
seperti oleh orang tua atau suami. Kita berhak untuk menolak hubungan
pemerasan, paksaan, pemerkosaan yang tidak pantas. Misalnya ada orang yang
didatangi orang yang mengancam bahwa ia akan membunuh diri apabila dia itu
tidak mau kawin dengannya, maka menurut hemat saya sebaiknya diberi jawaban
“silahkan!” dengan resiko bahwa ia memang akan melalukannya (secara psikologis
itu sangar tidak perlu dikhawatirkan; orang yang sungguh-sungguh untuk membunuh
diri biasanya tidak agresif). Adalah tidak wajar dan secara moral tidak tepat
untuk membiarkan dia diperas, juga kalau kita mau diperas atas nama kebaikan
kita sendiri.
Yang kedua, kita jangan sampai
membiarkan diri terlantar, kita mempunyai kewajiban bukan hanya terhadap orang
lain, melainkan juga terhadap diri kita sendiri. Kita wajib untuk mengembangkan
diri. Membiarkan diri terlantar berarti bahwa kita menyia-nyiakan bakat-bakat
dan kemampuan-kemampuan yang dipercayakan kepada kita. Sekaligus kita dengan
demikian menolak untuk memberikan sumbangan kepada masyarakat yang boleh
diharapkannya dari kita.
Pendidikan karakter dengan menginduksikan nilai-nilai moral
dasar seperti menepati janji, konsekuen, jujur, dan adil dalam sebuah
pengalaman belajar akan sangat membantu pembentukan karakter moral pribadi.
Sementara itu, sanksi-sanksi sosial terhadap pelanggaran nilai dan norma yang
tidak sebatas pada penegakan hukum positif, tetapi juga penolakan masyarakat
terhadap eksistensi para pelaku tindakan tidak bermoral dapat menjadi sebuah
pengalaman belajar yang penting dalam pembentukan pribadi moral (moral person).
Sikap
– sikap kepribadian dengan moral yang kuat, antara lain :
- Kejujuran
Dasar setiap usaha untuk menjadi
orang yang kuat secara moral yaitu kejujuran. Tanpa kejujuran kita sebagai
manusia tidak bisa maju selangkah pun karena kita belum berani menjadi diri
kita sendiri. Tanpa kejujuran keutamaan-keutamaan moral lainnya juga akan
kehilangan. Bersikap baik terhadap orang lain tanpa kejujuran adalah
kemunafikan. Begitu juga sikap-sikap terpuji menjadi sarana kelicikan dan penipuan
apabila tidak berakar dalam kejujuran yang bening.
Bersikap jujur terhadap orang lain
berarti dua: pertama, sikap terbuka, kedua bersikap adil atau wajar. Sikap
terbuka yang dimaksud yaitu kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri,
sesuai dengan keyakinan kita.Kita dapat bersikap jujur terhadap orang lain,
apabila kita jujur terhadap diri kita sendiri dengan kata lain, kita
pertama-tama harus berhenti membohongi diri kita sendiri, kita harus berani
melihat diri seadanya. Orang jujur tidak perlu mengkompensasikan perasaan
minder dengan menjadi otoriter dan menindas orang lain.
Orang yang tidak jujur senantiasa
berada dalam pelarian, ia ladi dari orang lain yang ditakuti sebagai ancaman,
dan ia lari dari dirinya sendiri karena tidak berani menghadapi kenyataan yang
sebenarnya. Maka kejujuran membutuhkan keberanian
- Nilai-Nilai
Otentik
Otentik
berarti asli, manusia otentik adalah manusia yang menghayati dan menunjukkan
diri sesuai dengan keasliannya, dengan kepribadian yang sebenarnya. Sedangkan
manusia yang tidak otentik adalah orang yang seakan-akan tidak mempunyai
kepribadian sendiri melainkan terbentuk oleh peranan yang ditimpakan kepadanya
oleh masyarakat
Untuk menguji keotentikan cita-cita
perlu percobaan-percobaan, contohnya ia memasuki lingkungan yang lain dengan
nilai-nilai yang lain yang tanggung jawab dan inisiatifnya di tantang dan di
beri kesempatan untuk menunjukkan inisiatifnya dengan tidak terlalu diatur.
- Kesediaan
Untuk Bertanggung Jawab
Pertama, berarti kesediaan untuk melakukan
apa yang harus dilakukan dengan sebaik mungkin. Bertanggung jawab berarti suatu
sikap terhadap tugas yang membebani kita. Karena kita terlibat pada
pelaksanaanya, perasaan-perasaan seperti malas, takut tidak mempunyai tempat
untuk berpijak. Kita akan melaksanakan dengan sebaik mungkin, meskipun di
tuntut pengorbanan, kurang menguntungkan atau di tentang orang lain. Tugas
bukan hanya sekedar masalah tetapi tugas dapat kita rasakan sebagai sesuatu
yang mulia yang harus kita pelihara, kita selesaikan dengan baik.
Kedua, sikap bertanggung jawab
mengatasi segala etika peraturan. Orang yang bertanggung jawab seperlunya akan
melanggar peraturan kalau kelihatan tidak sesuai dengan tuntunan situasi.
Misalnya saja, seorang pembantu rumah tangga berhak untuk pergi sesudah jam
18.00, tetapi tetap menjaga anak tuan rumah sampai mereka pulang meskipun lewat
jam 18.00
Ketiga, dengan demikian wawasan
orang yang bersedia untuk bertanggung jawab secara prinsipsial tidak terbatas.
Ia tidak membatasi perhatiannya pada apa yang menjadi urusan dan kewajibanya,
melainkan merasa bertanggung jawab dimana saja ia di perlukan.
Keempat, kesediaan untuk bertanggung
jawab termasuk kesediaan untuk diminta, dan untuk memberikan, pertanggung
jawaban atas tindakan-tindakanya atas pelaksanaan tugas dan
kewajibannya.Kesediaan untuk bertanggung jawab demikian adalah tanda kekuatan
batin yang sudah mantap.
- Kemandirian
dan Keberanian Moral
Kemandirian moral berarti bahwa kita
tak pernah ikut-ikutan saja dengan berbagai pandangan moral dalam lingkungan
kita, melainkan selalu membentuk penilaian dan pendirian sendiri dan bertindak
sesuai dengannya. Kemandirian moral adalah kekuatan batin untuk mengambil sikap
moral sendiri dan untuk bertindak sesuai dengannya. Mandiri secara moral
berarti bahwa kita tidak dapat “di beli” oleh mayoritas, bahwa kita tidak akan
pernah rukun hanya demi kebersamaan kalau kerukunan itu melanggar keadilan.
Sikap mandiri pada hakekatnya
merupakan kemampuan untuk selalu membentuk penilaian terhadap suatu masalah
moral. Kemandirian merupakan keutamaan intelektual dan kognitif. Sebagai
ketekatan dalam bertindak sikap mandiri di sebut keberanian moral.Keberanian
moral menunjukkan diri dalam tekat untuk tetap mempertahankan sikap yang telah
diyakini sebagai kewajiban, walaupun tidak disetujui atau secara aktif dilawan
oleh lingkungan.
Orang yang berani secara moral akan
membuat pengalaman yang menarik. Setiap kali ia berani mempertahankan sikap
yang diyakini, ia merasa lebih kuat dan berani dalam hatinya, dalam arti bahwa
ia semakin dapat mengatasi perasaan takut dan malu yang sering mencekam dia. Ia
merasa lebih mandiri. Ia memberikan semangat dan kekuatan berpijak bagi mereka
yang lemah, yang menderita akibat kezaliman pihak-pihak yang kuat dan berkuasa.
- Kerendahan Hati
Kerendahan hati tidak berarti bahwa
kita merendahkan diri, melainkan bahwa kita melihat diri seadanya. Kerendahan
hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri sesuai dengan kenyataannya. Ia
tidak mengambil posisi berlebihan yang sulit dipertahankan kalau ditekan. Ia
tidak takut bahwa kelemahannya ketahuan. Ia sendiri sudah mengetahuinya dan
tidak meyembunyikannya.
Tanpa kerendahan hati keberanian
moral mudah menjadi kesombongan atau kedok untuk menyembunyikan. Orang yang
rendah hati sering menujukkan daya tahan yang paling besar apabila betul-betul
harus diberikan perlawanan. Orang yang rendah hati tidak merasa diri penting
dan karena itu berani untuk mempertaruhkan diri apabila ia sudah meyakini
sikapnya sebagai tanggung jawabnya.
6. Realistik dan Kritis
Tanggung jawab moral menuntut sikap
yang realistik. Apa yang menjadi kebutuhan orang dan masyarakat yang real hanya
dapat di ketahui dari realitas itu sendiri. Sikap realistik mesti berbarengan
dengan sikap kritis. Tanggung jawab moral menuntut agar kita terus menerus
memperbaiki apa yang ada supaya lebih adil, sesuai dengan martabat manusia, dan
supaya orang-orang dapat lebih bahagia. Prinsip-prinsip moral dasar ialah norma
kritis yang kita letakkan pada keadaan. Sikap realistik tidak berarti kita
menerima realitas begitu saja
Sikap kritis perlu juga terhadap
segala macam kekuatan, kekuasaan dan wewenang dalam masyarakat. Kita tidak
tunduk begitu saja, kita tidak dapat dan tidak boleh menyerahkan tanggung jawab
kita kepada mereka. Begitu pula segala macam peraturan moral tradisional perlu
disaring dengan kritis. Peraturan-peraturan itu pernah bertujuan untuk menjamin
keadilan dan mengarahkan hidup dalam masyarakat kepada kebahagiaan. Tetapi
apakah sekarang masih berfungsi demikian ataukah telah menjadi alat untuk
mempertahankan keadaan yang justru tidak adil dan malahan membawa penderitaan.
Tanggung jawab moral yang nyata
menuntut sikap realistik dan kritis, pedomannya ialah untuk menjamin keadilan
dan menciptakan suatu keadaan masyarakat yang membuka kemungkinan lebih besar
bagi anggota-anggota untuk membangun hidup yang lebih bebas dari penderitaan
dan lebih bahagia.
Karakteristik manusia yang
bermoral
Karakteristik manusia bermoral atau
manusia tidak bermoral, jika dilihat dari pengertian dan beberapa istilah
terkait pengertian moral ciri orang bermoral dan tidak bermoral adalah jika
seseorang melakukan tindakan sesuai dengan nilai rasa dan budaya yang berlaku
ditengah masyarakat tersebut dan dapat diterima dalam lingkungan kehidupan
sesuai aturan yang berlaku maka orang tersebut dinilai memiliki moral.
Kata moral
atau akhlakSering
kali digunakan untuk menunjukkan pada suatu perilaku baik atau buruk, sopan
santun dan kesesuaiannya dengan nilai-nilai kehidupan pada seseorang.
Terlepas dari perbedaan kata yang
digunakan baik moral, etika, akhlak, budi pekerti mempunyai penekanan yang
sama, yaitu adanya kualitas-kualitas yang baik yang teraplikasi dalam perilaku
seseorang dalam kehidupan sehari-hari, baik sifat-sifat yang ada dalam dirinya
maupun dalam kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat.
Nilai baik sekaligus ciri manusia
bermoral sebagai makhluk individu dapat dilihat dengan adanya perilaku seperti
jujur, dapat dipercaya, adil, bertanggung jawab dan lain-lain, maupun sebagai
makhluk sosial dalam hubungannya dalam masyarakat, seperti kejujuran,
penghormatan sesama manusia, kerukunan, kesetiakawanan, solidaritas sosial.
Indikator manusia yang bermoral
- Personal improvement (pengembangan kepribadian); yaitu individu yang mempunyai kepribadian yang teguh terhadap nilai atau aturan yang diinternalisasi dalam dirinya. Dengan demikian, ia tidak mudah goyah dengan pengaruh lingkungan sosial yang dianggapnya tidak sesuai dengan nilai atau aturan yang diinternalisasi tersebut. Ciri kepribadian tersebut secara kontemporer diistilahkan sebagai integritas. Individu yang mempunyai integritas yang tinggi terhadap nilai dan aturan yang dia junjung tidak akan melakukan tindakan amoral. Sebagai contoh, individu yang menjunjung tinggi nilai agamanya tidak akan terpengaruh oleh lingkungan sosial untuk turut melakukan korupsi-manipulasi dan praktek mafia birokrasi. Dengan demikian, nilai atau aturan yang diinternalisasikan tersebut menjadi ‘tameng’ bagi dirinya supaya tidak terpengaruh oleh perilaku sosial yang menyimpang dari aturan tersebut. Faktor intrinsik inilah yang dalam terminologi Islam disebut sebagai istiqomah (konsisten dengan ajaran Tuhan).
- Social skill (kemampuan bersosialisasi); yaitu mempunyai kepekaan sosial yang tinggi sehingga mampu mengutamakan kepentingan orang lain. Hal ini ditunjukkan dengan hubungan sosialnya yang harmonis. Setiap nilai atau aturan universal tentunya akan mengarahkan manusia untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain dengan mengutamakan kepentingan orang banyak. Contohnya, individu yang religius pasti akan berbuat baik untuk orang lain atau mengutamakan kepentingan ummat. Orang yang mempunyai moralitas yang baik tentunya tidak akan egois, narsistik dan memperkaya diri sendiri dengan perilaku yang amoral seperti korupsi-manipulasi dan praktek mafia birokrasi. Dia akan lebih mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan orang lain maupun kepentingan generasi berikutnya. Orang yang bermoral cenderung akan mencari lingkungan sosial yang baik bagi perkembangan moralitasnya. Bahkan ketika ia berada di lingkungan sosial yang kurang bermoral maka moralitasnya tetap terjaga dan bersinar karena internalisasi nilai-nilai intrinsiknya tersebut. Dalam mengambil keputusan untuk kepentingan orang lain pun ia akan merujuk kepada nilai-nilai intrinsik tersebut. Inilah yang menyebabkan ia mampu mewarnai lingkungan sosialnya dengan sinaran moralitas dirinya. Dalam konteks Islam, faktor ini disebut sebagai muamallah (hubungan sosial yang baik).
- Comprehensive
problem solving (solusi yang kompleks); yaitu sejauhmana individu dapat
mengatasi konflik dilematis antara pengaruh lingkungan sosial yang tidak
sesuai dengan nilai atau aturan dengan integritas pribadinya terhadap
nilai atau aturan tersebut. Dalam arti, individu mempunyai pemahaman
terhadap tindakan orang lain (perspektif lain) yang menyimpang tetapi
individu tersebut tetap mendasarkan keputusan, sikap dan tindakannya
kepada nilai atau aturan yang telah diinternalisasikan dalam dirinya.
Sebagai contoh, seseorang tidak mau mengikuti lingkungan sosialnya untuk
korupsi karena ia tetap menjunjung tinggi nilai atau aturan yang berlaku
(kejujuran). Meskipun sebenarnya ia mampu memahami penyebab perilaku orang
lain yang korupsi. Keluwesan dalam berfikir dan memahami inilah dibutuhkan
untuk menilai suatu perbuatan tersebut benar atau salah. Konsep ini yang
disebut dalam terminologi Islam sebagai hikmah (mengambil pelajaran yang
berharga dari perspektif yang berbeda).
Perilaku moral masyarakat
1. Faktor Biologis
Cesare Lombrosso, seorang kriminolog dari Italia, dalam bukunya Crime,
Its Causes and Remedies (1918) memberikan gambaran tentang perilaku
menyimpang yang dikaitkan dengan bentuk tubuh seseorang. Dengan tegas,
Lombrosso mengatakan bahwa ditinjau dari segi biologis penjahat itu keadaan
fisiknya kurang maju apabila dibandingkan dengan keadaan fisik orang-orang
biasa.Lombrosso berpendapat bahwa orang yang jahat dicirikan dengan ukuran
rahang dan tulang-tulang pipi panjang, kelainan pada mata yang khas, tangan
beserta jari-jarinya dan jari-jari kaki relatif besar, serta susunan gigi yang
abnormal.
Sementara itu William Sheldon, seorang
kriminolog Inggris dalam bukunya Varieties of Delinquent Youth (1949)
membedakan bentuk tubuh manusia yang mempunyai kecenderungan melakukan
penyimpangan ke dalam tiga bentuk, yaitu endomorph, mesomorph,
dan ectomorph yang masing-masing memiliki ciri-ciri tertentu.
1)Endomorph
(Bulat dan Serba Lembek)
Orang
dengan bentuk tubuh ini menurut kesimpulannya dapat terpengaruh untuk melakukan
perilaku menyimpang, karena sangat mudah tersinggung dan cenderung suka
menyendiri.
2)Mesomorph (Atletis, Berotot Kuat, dan Kekar)
Orang
dengan bentuk tubuh seperti ini sering menunjukkan sifat kasar dan bertekad
untuk menuruti hawa nafsu atau keinginannya.Bentuk demikian ini biasanya
identik dengan orang jahat yang paling sering melakukan perilaku menyimpang.
3)Ectomorph
(Kurus Sekali dan Memperlihatkan Kelemahan Daya)
Orang yang
seperti ini selalu menunjukkan kepasrahan, akan tetapi apabila mendapat penghinaan-penghinaan
yang luar biasa tekanan jiwanya dapat meledak, dan barulah akan terjadi
perilaku menyimpang darinya.
2. Faktor Psikologis
Banyak ahli
sosiologi yang cenderung untuk menerima sebab-sebab psikologis sebagai penyebab
pembentukan perilaku menyimpang.Misalnya hubungan antara orang tua dan anak
yang tidak harmonis. Banyak orang meyakini bahwa hubungan antara orang tua dan
anak merupakan salah satu ciri yang membedakan orang 'baik' dan orang 'tidak
baik'. Sikap orang tua yang terlalu keras maupun terlalu lemah seringkali
menjadi penyebab deviasi pada anak-anak.
3.
Faktor Sosiologis
Dari sudut
pandang sosiologi, telah banyak teori yang dikembangkan untuk menerangkan
faktor penyebab perilaku menyimpang. Misalnya, ada yang menyebutkan kawasan
kumuh ( slum ) di kota besar sebagai tempat persemaian deviasi dan ada
juga yang mengatakan bahwa sosialisasi yang buruk membuat orang berperilaku
menyimpang. Selanjutnya ditemukan hubungan antara 'ekologi' kota dengan
kejahatan, mabuk-mabukan, kenakalan remaja, dan bunuh diri. Untuk lebih
jelasnya, berikut ini akan diuraikan beberapa sebab atau proses terjadinya
perilaku menyimpang ditinjau dari faktor sosiologis.