Popular Post

Posted by : Shindy Arlina S.pd

 
PERKEMBANGAN PESETRA DIDIK
TENTANG HUKUM ATAU PRINSIP PERKEMBANGAN TERHADAP PENDIDIKAN

1 Pengertian Hukum Perkembangan
Selama hayatnya, manusia sebagai individu mengalami perkembangan yang berlangsung secara berangsur-angsur, perlahan tapi pasti, menjalani berbagai fase, dan ada kalanya diselingi oleh krisis yang datangnya pada waktu-waktu tertentu. Proses perkembangan yang berkesinambungan, beraturan, bergelombang naik dan turun, yang berjalan dengan kelajuan cepat maupun lambat, semuanya itu menunjukkan betapa perkembangan mengikuti patokan-patokan atau tunduk pada hukum-hukum tertentu, yang disebut dengan hukum perkembangan.
Hukum perkembangan adalah prinsip-prinsip yang mendasari perkembangan fisik maupun psikis individu. Sebagian ahli psikologi ada yang lebih senang menggunakan istilah “prinsip-prinsip perkembangan” dan tidak mau menggunakan istilah hukum perkembangan. Akan tetapi, di Indonesia yang lebih dikenal adalah istilah hukum perkembangan daripada prinsip perkembangan. Perbedaan istilah tersebut tidak memberikan pengaruh fundamental terhadap makna dasar yang dikandungnya. Oleh karena itu, dalam tulisan ini digunakan istilah hukum perkembangan.
Pengertian hukum sudah tentu mengandung arti keteraturan dan keselaluan terjadinya suatu peristiwa. Demikian jelasnya pengertian hukum itu, terdapat dalam peristiwa-peristiwa fisika, misalnya hukum pemuaian logam yang dipanaskan. Pengertian hukum-hukum fisika itu akan dicoba sebagai metode untuk menyelidiki gejala-gejala pertumbuhan dan perkembangan anak, di mana anak-anak tidak boleh dipandang semata-mata benda fisika, tetapi serta-merta anak itu hidup merohani dan membudaya. Sehingga hukum-hukum psikologi tidak akan se-eksa hukum-hukum fisika.
Hukum perkembangan adalah kaidah fundamental tentang realitas kehidupan anak-anak (manusia), yang telah disepakati kebenarannya berdasarkan hasil pemikiran dan penelitian yang seksama. Misalnya, seorang anak baru bisa berkembang, apabila ia dalam keadaan hidup. Ini merupakan hukum yang sudah pasti, sehingga tak mungkin dibantah kebenarannya oleh siapapun jua. Jadi, hidup adalah syarat mutlak bagi terjadinya proses perkembangan. Karena sudah pasti dan mutlak kebenarannya, maka dalam ilmu jiwa perkembangan, susunan kalimat pernyataan seperti itu disebut hukum.

2. Macam Hukum Perkembangan        
Hukum perkembangan itu banyak sekali, di antaranya adalah sebagai berikut.
  1. Hukum Kesatuan Organis
        Menurut hukum ini anak terdiri dari organ-organ (anggota) tubuh yang merupakan satu kesatuan organis, bukan suatu penjumlahan atau suatu kumpulan unsur yang berdiri sendiri. Di antara organ-organ tersebut antara fungsi dan bentuknya tidak dapat dipisahkan. Pernyataan-pernyataan psikis satu sama lain saling bersangkut-paut, pengaruh-mempengaruhi dan merupakan suatu keseluruhan.
        Pertumbuhan dan perkembangan adalah diferensiasi atau pengkhususan dari totalitas pada unsur-unsur atau bukan suatu kumpulan dari bagian-bagian. Daya dan fungsi jiwa tidaklah berkembang satu demi satu atau terlepas satu sama lain, melainkan saling bersangkut paut. Misalnya ingatan tidak berkembang dan maju sendiri tanpa hubungan dan sangkut paut dengan pengamatan dan perhatian. Contoh lain misalnya perkembangan kaki yang semakin besar dan panjang, mesti diiringi oleh perkembangan otak, kepala, tangan, dan lain-lainnya.
  1. Hukum Tempo Perkembangan
        Sesuai dengan istilahnya, tempo berarti waktu atau masa. Menurut hukum ini, setiap anak mempunyai tempo kecepatan perkembangan sendiri-sendiri. Artinya, ada anak yang mengalami perkembangan cepat, sedang, dan ada pula yang lambat. Di antara jenis kelamin yang berbeda pun terdapat tempo perkembangan yang berbeda.
        Kalau kita memperhatikan proses-proses perkembangan dan pertumbuhan pada berbagai anak, akan terdapatlah anak-anak tumbuhnya kelihatan lancar dan cepat. Misalnya, ada anak-anak yang lekas besar badannya, gemuk dan sehat. Perkembangan kemampuannya seperti tengkurab, duduk, berdiri, berjalan, berbicara, dan seterusnya kelihatan lancar dan cepat. Akan tetapi sebaliknya, ada anak-anak yang pertumbuhan fisiknya kelihatan lambat, demikian pula mengenai kemampuan-kemampuan fisiknya dan rohaninya. Pada umumnya bila kemampuan-kemampuan fisik lambat berkembang, maka kemampuan-kemampuan psikisnya akan tertunda. Ada pula anak-anak yang berkembang secara biasa, tidak lambat dan tidak pula cepat.
        Mengapa ada perbedaan-perbedaan tempo perkembangan pada anak-anak itu? Pertama-tama dapat dikemukakan adanya faktor-faktor pembawaan yang berbeda satu sama lain pada anak-anak, dan kedua karena pengaruh lingkungan sekitar fisik dan sosio-kulturalnya.
        Misalnya faktor kesehatan dan gizi, sangat jelas pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Kemudian kemajuan pendidikan, terutama pada orang tua anak. Pada keluarga yang terpelajar atau berpendidikan, biasanya anak-anak mereka akan lebih maju daripada anak-anak dari kalangan yang kurang dalam pendidikannya.
        Secara umum, ada dua hal sebagai petunjuk keterlambatan pada keseluruhan perkembangan mental, yakni :
a)     Apabila perkembangan kemampuan fisik berjalan jauh tertinggal dari patokan umum, tanpa ada sebab khusus, fungsionalitas fisiknya terganggu.
b)    Apabila perkembangan kemampuan berbicara sangat terlambat dibandingkan dengan anak-anak lain pada masa perkembangan yang sama. Seorang anak yang pada umur empat tahun misalnya masih mengalami kesulitan dalam berbicara, mengemukakan sesuatu dan terbatas perbendaharaan katanya, ia akan mengalami kelambatan pada seluruh aspek perkembangannya.
        Adanya hukum tempo perkembangan ini, seharusnya orang tua tidak perlu merasa kecewa apabila anaknya mengalami perkembangan yang lambat dibandingkan dengan anak-anak yang lainnya.
        Tempo perkembangan seorang anak sebenarnya dapat diubah (dipercepat) sedikit, tetapi tidak dapat dipaksakan. Misalnya, ada orang tua yang menganggap dirinya bijaksana, dengan berusaha mengajari anaknya yang belum bersekolah membaca, menulis, dan berhitung. Kemudian, ketika anaknya sudah masuk sekolah tidak diberi kesempatan untuk bermain-main karena harus senantiasa belajar.
        Tindakan demikian dapat mempercepat perkembangan akal anak itu. Akan tetapi, tindakan orang tua tersebut sebenarnya tidak tepat. Meskipun dari tindakan tersebut tidak menyebabkan anak menderita apapun, tetapi keadaan itu berarti bahwa anak itu telah mencapai puncak perkembangan lebih dahulu daripada teman-teman sebayanya.
        Ia telah melaju maju terlalu cepat dan biasanya perkembangan rohani yang luar biasa itu akan menganggu kesehatan badan. Lagi pula tidak ada orang di dunia ini yang dapat melebihi puncak perkembangan yang sudah ditetapkan dalam pembawaannya.

c.        Hukum Irama (Ritme) Perkembangan
Di samping memiliki tempo, perkembangan juga berlangsung sesuai dengan iramanya. Sangat erat hubungannya dengan tempo perkembangan, yaitu adanya irama atau ritme di dalam perkembangan. Irama berarti variasi atau fluktuasi naik turunnya kecepatan perkembangan individu. Hukum irama berlaku untuk setiap manusia. Ritme atau irama perkembangan akan semakin jelas tampak pada saat kematangan fungsi-fungsi atau abilitas-abilitas pada seorang anak.
Ada fungsi-fungsi tertentu dengan cepat berkembang, tetapi pada suatu ketika tampaknya tak ada kemajuan-kemajuan, seolah-olah terhenti. Misalnya, seorang anak pada suatu ketika sangat cepat mempelajari bahasa, banyak kata yang dapat dipelajari pada suatu minggu jauh melebihi teman sebayanya, tetapi minggu berikutnya tak kelihatan kemajuannya.
Irama perkembangan pada tiap-tiap fungsi berlainan, dengan kata lain perkembangan itu tidak berlangsung secara tetap atau konstan, adakalanya cepat dan ada kalanya lambat pada suatu ketika seperti terhenti. Gejala semacam ini dianggap sebagai stagnasi dalam perkembangan psikis anak-anak.
Apa penyebab timbulnya gejala-gejala stagnasi perkembangan itu? Oleh karena pada masa kanan-kanak dan remaja itu memang benar-benar banyak fungsi yang tumbuh dan berkembang, maka energi perkembangan suatu ketika banyak dimobilisasi untuk perkembangan suatu fungsi, sehingga fungsi-fungsi yang lain kurang energi perkembangannya.
Tetapi jika fungsi tadi telah cukup berkembang, pindahlah pengerahan energi perkembangan kepada fungsi lainnya. Nah, dengan adanya mobilisasi dan pengerahan energi yang tidak sama itulah maka terjadi stagnasi perkembangan psikis, seolah-olah fungsi yang mengalami stagnasi itu terhenti perkembangannya. Berhenti sama sekali, tentulah tidak, hanya tampaknya lambat sekali. Hal ini hanya terjadi pada fungsi-fungsi yang terulang kembali perkembangannya, tetapi fungsi yang hanya berkembang sekali, misalnya belajar berjalan, kalau sudah dapat berjalan dan berlari sebagai mana mestinya, fungsi tadi lalu berhenti. Sedangkan fungsi-fungsi lainnya masih berkembang terus.
Baik perkembangan jasmani maupun perkembangan rohani, tidak selalu dialami perlahan-lahan dengan urutan-urutan yang teratur, melainkan merupakan gelombang-gelombang besar dan kecil yang silih berganti. Pada suatu masa, laju perkembangannya berjalan dengan cepat, tetapi pada waktu berikutnya sedikitpun tidak tampak kemajuan (terhambat).
Kelajuan atau keterhambatan dalam perkembangan itu tidak sama besar pada setiap anak. Demikian pula proses percepatan maupun perlambatan dalam peralihan perkembangan tidak sama cara berlangsungnya pada setiap anak. Sehubungan dengan perkembangan cepat atau lambat ini, anak dapat dibedakan atas tiga golongan, yaitu :
a.       Anak yang tidak menunjukkan perkembangan yang cepat ataupun terhambat, melainkan perkembangannya berlangsung mendatar dan maju secara berangsur-angsur. Semuanya berlangsung dengan tenang, masa yang satu disambung oleh masa berikutnya dengan tidak menunjukkan peralihan yang nyata.
b.       Anak yang cepat sekali berkembang pada waktu kecilnya, tetapi sesudah besar kecepatan perkembangannya semakin berkurang sehingga akhirnya berhenti sama sekali.
c.       Anak yang lambat laju perkembangannya pada waktu kecil, tetapi semakin besar (lama) semakin bertambah cepat kemajuannya.

3. IMPLIKASI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN INDIVIDU TERHADAP PENDIDIKAN DASAR
  1. Implikasi Genetik dan Lingkungan Terhadap Pendidikan Dasar
Dalam situasi sekolah, gen-gen dapat dilihat sebagai bagian dari dunia nyata individu-individu. Meskipun demikian, bagi seseorang yang bekerja dekat dengan individu-individu dan remaja, kekuatan dan kelemahan dari pengaruh genetik ini adalah penting untuk dipahami. Seorang guru misalnya, perlu memahami sifat-sifat dan perbedaan-perbedaan individual. Di samping itu, pemahaman tentang dampak faktor-faktor lingkungan terhadap perkembangan individu akan memberi pendidik suatu pertimbangan yang optimistis tentang potensi-potensi yang penting ditumbuh kembangkan dalam diri semua peserta didik. Mcdevit dan Ormrod (2002) merekomendasikan beberapa hal penting yang perlu dilakukan guru dalam menyikapi pengaruh genetik dalam lingkungan bagi perkembangan individu, yaitu:
  1. Memahami dan menghargai perbedaan-perbedaan individual individu.
Guru yang menghargai berbagai karakteristik fisik, tipe-tipe kepribadian, dan bakat-bakat mereka dapat membuat peserta didik menjadi senang. Individu-individu yang tinggi dan pendek, gemuk damn kurus, yang serasi dan kikuk, yang sedih dan ceria, yang kalem dan pemarah semuanya harus mendapat tempat yang benar dalam hati guru.
  1. Menyadari bahawa sebenarnya faktor lingkungan mempengaruhi segala aspek perkembangan.
Gen-gen mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pertumbuhan fisiologis dan pengaruh yang sedang terhadap karakteristik fisikologis yang kompleks. Meskipun demikian, perkembangan dan belajar harus dipandang sebagai suatu hasil pertumbuhan biasa dari aspek biologis yang sangat berpengaruh terhadap individu. Faktor-faktor lingkungan dapat mempengaruh perkembangan individu melalui banyak cara seperti melalui layanan pengajaran dan bimbingan. Individu-individu yang secara genetik memiliki kecenderungan untuk menjadi seorang yang mudah marah atau agresif dan dapat dilatih dan dibimbing seseorang yang lebih adaktif dan memperlihatkan tingkah laku prososial.
  1.  Mendorong siswa menentukan pilihan-pilihan sendiri untuk meningkatkan pertumbuhan.
 Misalnya, untuk tumbuh menjadi lebih dewasa individu-individu dan remaja harus aktif mencari lingkungan-lingkungan dan pengalaman-pengalaman yang sesuai dengan kemampuan naturalnya, dan guru mengambil posisi kunci untuk menolong mereka menemukan aktivitas dan sumber-sumber yang memungkinkan mereka menggunakan dan mengembangkan bakat-bakat mereka.
  1. Implikasi Perkembangan Otak Terhadap Pendidikan Dasar
            Otak adalah sebuah sistem biologis manusia yang sengaja diciptakan Allah Swt. untuk mengindera dunia dan sekaligus memberikan berbagai tanggapan terhadapnya. Otak berfungsi untuk mengoptimalkan perilaku sehingga tubuh mampu menghdapi tantangan dan kesempatan yang datang setiap saat. Aktivitas sel saraf yang terorganisasi akan dirasakan sebagai aktivitas mental yang teratur. Oleh karena itu, otak menjadi penentu utama keberhasilan proses pendidikan karena otak sentral dari semua aktivitas manusia baik aktivitas organ yang ada di dalam, maupun aktivitas pancaindra yang ada di luar.
            Perkembangan otak mulai terjadi sejak masa prenatal, yaitu 25 hari setelah konsepsi. Pada awal masa perkembangan ini otak terlihat seperti sebuah tabung yang tidak rata dan sangat halus (Raiport, 1992; Jonhson, 1998). Tabung halus ini berisi sel-sel yang kemudian membentuk kantong-kantong atau ruang-ruang. Ruang-ruang tersebut terbagi menjadi tiga ruang, yaitu forebrain (otak depan),mitbrain (otak tengah), dan hindbrain (otak belakang).
            Perkembangan otak pada usia sekolah dan remaja banyak terjadi di wilayah korteks, suatu wilayah otak di mana individu dapat mengontrol tingkah lakunya sendiri. Selama masa usia sekolah, korteks mengalami perkembangan puncak dan terus diperbaiki dalam masa remaja (Kolb dan Vantien, 1998).
            Dalam hal ini, pendidikan harus memberikan lebih banyak kesempatan kepada peserta didik untuk menguasai keterampilan-keteramppilan yang memungkinkan otaknya berkembang. Proses pembelajaran harus jauh dari upaya menjejalkan pengetahuan ke dalam otak anak. Penjejalan pengetahuan secara berlebihan justru akan mengganggu pemahaman dan melelahkan otak anak. Menjejali otak anak dengan sejumlah besar informasi dan pengetahuan malah akan mematikan kecerdasan oleh karena itu, pendidikan seharusnya merupakan upaya pengembangan segala potensi anak, melatih pengamatan, dan pemngambilan keputusan, merangsang pemikiran dan imajinasi, memperdalam pemahaman dan memperkuat konsentrrasi.
  1. Karakteristik Individu dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Dasar
            Karakteristik individu adalah keseluruhan kelakukan dan kemampuan yang ada pada individu sebagai hasil pembawaan dan lingkungannya. Untuk menjelaskan karakteristik-karakteristik individu baik dalam hal fisik, maupun mental biasanya digunakan istilah nature dan nurture. Nature (alam, sifat dasar) adalah karakteristik individu atau sifat khas seseorang yang dibawa sejak kecil atau yang diwarisi sebagai sifat pembawaan, sedangkan nurneture (pemeliharaan, pengasuhan) adalah faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi individu sejak dari masa pembuahan sampai masa selanjutnya.
Adanya karakteristik individu yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan tersebut jelas membawa implikasi terhadap proses pendidikan di sekolah. Dalam hal ini, proses pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan karakteristik peserta didik secara individu. Ini berarti bahwa di dalam proses belajar mengajar setiap individu peserta didik memerlukan perlakuan yang berbeda sehingga strategi dan pelaksanaannya pun akan berbeda-beda.
Pemahaman pendidik tentang karakteristik peserta didik akan sangat berguna dalam memilih dan menentukan pola-pola pengajaran yang lebih baik atau lebih tepat yang dapat menjamin kemudahan belajar bagi peserta didik. Ketepatan pemilihan pola mengajar akan menimbulkan proses interaksi dari masing-msing komponen belajar mengajar secara optimal.  
  1. Implikasi  Perkembangan Kognitif Terhadap Pendidikan Dasar
Perkembangan kognisi adalah perkembangan tentang pengetahuan. Perkembangan kognitif meliputi kemampuan metakognitif, strategi kognitif, gaya kognitif dan pemikiran kritis. Metakognisi adalah pengetahuan dan kesadaran tentang proses kognitif atau pengetahuan tentang pikiran dan cara kerjanya. Strategi kognitif merupakan salah satu kecakapan aspek kognitif yang penting dikuasai oleh peserta didik dalam belajar atau memecahkan masalah.
Kemampuan metakognisi merupakan aspek-aspek kognitif yang penting dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Peserta didik diharapkan mampu mengembangkan dan menggunakan strategi kognitif secara efektif. Ini berarti bahwa perkembangan metakognisi dan strategi kognitif memberikan beberapa implikasi bagi pendidikan. Secara umum pengetahuan metakognitif mulai berkembang pada usia 5-7 tahun dan terus berkembang selama usia sekolah, masa remaja, bahkan sampai dewasa. Meskipun demikian hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan individual antara peserta didik dalam usia yang sama.
Flevel menyatakan bahwa individu-individu yang masih kecil telah menyadari adanya pikiran, memiliki keterkaitan, atau terpisah dengan dunia fisik, dapat menggambarkan objek-objek dan peristiwa-peristiwa secara akurat atau tidak akurat, dan secara aktif menengahi interpretasi tentang realitas dan emosi yang dialami. Individu-individu usia 3 tahun telah mampu memahami bahwa pikiran adalah peristiwa mental internal yang menyenangkan (merujuk pada peristiwa-peristiwa nyata atau khayalan). Mereka juga dapat membedakan pikiran dengan pengetahuan.
Berdasarkan kemampuan metakognisinya proses pembelajaran pada individu-individu bukan semata-mata proses penyampaian materi bidang ilmu tertentu saja, sebaliknya yang lebih penting adalah proses pengembangan pengetahuan strategi kognitif peserta didik. Hal inilah yang menjadi kunci pendidikan untuk membantu siswa dalam mempelajari serangkaian strategi yang dapat mengahasilkan solusi problem. Berikut ini beberapa upaya yang harus dilakukan pendidik dalam mengembangkan kemampuan metakognisi dan strategi kognitif.
1.            Pendidik harus mengajarkan dan menganjurkan kepada peserta didik untuk menggunakan strategi belajar yang sesuai dengan kelompok usia mereka.
2.             Memberikan pelatihan tentang strategi belajar, kapan dan bagaimana menggunakan strategi untuk mempelajari tugas-tugas baru dan sulit. Penelitian tentang pelatihan strategi menunjukkan bahwa terjadinya kemajuan belajar secara subtansial setelah peserta didik mengikuti pelatihan strategi di sekolah (Seiffer dan Hofnung, 1994).
3.             Menunjukkan strategi belajar yang efektif serta mendorong peserta didik untuk menggunakan strateginya sendiri.
4.            Mengidentifikasi situasi-situasi di mana suatu strategi memungkinkan untuk digunakan.
5.            Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sendiri dengan sedikit atau tanpa bantuan dari pendidik.
6.            Memberi kesempatan seluas luasnya kepada peserta didik untuk mengakses hasil belajarnya sendiri, sehingga mereka bisa mengetahui apa yang telah dikerjakannya dan apa yang belum diketahuinya.
7.            Sering memberikan umpan balik tentang kemajuan belajar mereka ketika pendidik sering memberikan umpan balik. Ia tidak hanya meningkatkan belajar dan prestasi akademik peserta didik di kelas, tetapi juga membantu metakognitif mereka berkembang dengan baik. Pendidik dapat juga menggunakan umpan balik untuk mendorong perkembangan strategi belajar siswa yang lebih efektif.
8.            Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi belajarnya sendiri dan menolong mereka mengembangkan mekanisme melakukan perbuatan belajar yang efektif.
9.            Mengharapkan dan menganjurkan peserta didik untuk belajar mandiri, yakni melakukan perbuatan belajar sendiri, menentukan sendiri apa yang harus dilakukan memecahkan masalah sendiri, tanpa bergantung pada orang lain (Desmita, 2009:143-144).
  1. Implikasi Konsep Diri Peserta Didik Terhadap Pendidikan
            Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah, pendidik perlu melakukan upaya-upaya yang memungkinkan terjadinya peningkatan konsep diri peserta didik. Berikut ini akan di uraikan beberapa strategi yang mungkin dapat dilakukan oleh pendidik, yaitu:
  1. Membuat siswa merasa mendapat dukungan dari pendidik
Dukungan pendidik ini dapat ditunjukkan dalam bentuk dukungan emosional (emotional support), seperti ungkapan empati, kepedulian, perhatian, dan umpan balik. Bentuk dukungan ini memungkinkan siswa untuk membangun perasaan, memiliki harga diri, memiliki kemampuan dan berarti
  1. Membuat siswa bertanggung jawab
Rasa tanggung jawab akan mengarahkan sikap positif siswa terhadap diri sendiri yang diwujudkan dengan usaha pencapaian prestasi belajar siswa yang tinggi serta peningkatan integritas dalam menghadapi tekanan sosial.
  1. Membuat siswa merasa mampu
Pendidik harus berpandangan bahwa semua siswa pada dasarnya memiliki kemampuan hanya saja mungkin belum dikembangkan. Dengan sikap dan pandangan positif terhadap kemampuan siswa ini, siswa akan berpandangan positif juga terhadap kemampuan dirinya.
  1. Mengarahkan siswa untuk mendapat tujuan yang realistis
Pendidik harus membentuk siswa untuk menetapkan tujuan yang hendak dicapai secara realistis mungkin, yakni sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
  1. Membantu siswa menilai diri mereka secara realistis
Untuk menghindari penilaian yang negatif terhadap dirinya sendiri, pendidik perlu membantu siswa menilai prestasi mereka secara realistis sehingga dapat menumbuhkan rasa percaya diri terhadap kemampuan mereka. Hal ini pada gilirannya dapat membangkitkan motivasi, minat, dan sikap siswa terhadap seluruh tugas di sekolah.
  1. Menolong siswa agar bangga dengan dirinya secara relistis
Memberikan dorongan kepada siswa agar bangga dengan prestasi yang telah dicapainya merupakan hal penting karena rasa bangga tersebut adalah salah satu kunci untuk menjadi lebih positif dalam memandang kemampuan yang dimilikinya.
  1.  Perkembangan Kemandirian Peserta Didik dan Implikasinya dalam Dunia Pendidikan
Kemandirian adalah kecakapan yang berkembang sepanjang rentang kehidupan individu. Pengembangan kemandirian peserta didik meliputi:
    1. Mengembangkan proses belajar mengajar yang demokratis
    2. Mendorong individu berpartisipasi dalam mengambil keputusan
    3. Memberi kebebasan kepada individu untuk mengeksplorasi lingkungan
    4. Penerimaan positif tidak membeda-bedakan individu yang satu dengan yang lain
    5. Menjalin hubungan yang harmonis dan akrab dengan individu.
  1. Implikasi Perkembangan Moral dan Spiritual  Terhadap Pendidikan
Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam berinteraksi dengan orang lain (Santrock, 1998). Individu-individu ketika dilahirkan tidak memiliki moral tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan. Individu belajar memahami perilaku baik dan perilaku buruk melalui orang tua, saudara, teman sebaya, dan guru.
Perkembangan spiritural adalah  suatu kepercayaan akan adanya suatu kekuatan atau suatu yang lebih agung dari dirinya sendiri (Witmer, 1989). Bollinger (1969) menggambarkan kebutuhan spiritual sebagai kebutuhan terdalam dari diri seseorang yang apabila terpenuhi individu akan menemukan identitas dan makna hidup yang penuh arti. Istilah spiritual dan religius sering sekali dianggap sama, namun banyak pakar yang menyatakan keberatannya jika kedua istilah ini dipergunakan saling silang. Spritualitas kehidupan adalah inti keberadaan dari kehidupan. Spiritualitas adalah kesadaran tentang diri, dan kesadaran individu tentang asal, tujuan, dan nasib. Agama adalah kebenaran mutlak dari kehidupan yang memiliki manifestasi fisik di atas dunia. Agama memiliki kesaksian iman, komonitas, dan kode etik. Dengan kata lain spiritualitas memberikan jawaban siapa dan apa seseorang itu, sedangkan agama memberikan jawaban apa yang harus dikerjakan seseorang.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dipahami bahwa spiritualitas merupakan gabungan dari semua dimensi: 1) Sense of meaning, 2) concept of divine, absolute, or force greater than one’s self, 3) relationship with divinity and other beings, 4) tolerance or negatife capability for mystery, 4) peak and ordinary experience engaget to enhance spirituality (may include rituals or spiritual discliplines), dan 6) spirituality as a systemic force that acts to integrate all the dimensions of one’s life (Desmita, 2009:277).
Memerhatikan uraian tentang perkembangan moral dan spiritual seperti yang telah dipaparkan, sekolah sebagai lembaga pendidikan dituntut untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan moral dan spiritual mereka sehingga mereka dapat menjadi manusia yang moralis dan religius. Beberapa strategi yang mungkin dapat dilakukan dalam membantu perkembangan moral dan spiritual peserta didik, yaitu:
1.      Memberikan pendidikan moral dan keagamaan melalui kerikulum tersembunyi.
2.      Memberikan pendidikan moral langsung, yakni pendidikan moral dengan pendekatan pada nilai dan sifat.
3.      Memberikan pendekatan moral melalui pendekatan klarifikasi nilai, yaitu pendekatan pendidikan moral tidak rangsung terfokus pada upaya membantu siswa untuk memperoleh kejelasan mengenai tujuan hidup mereka.
4.      Menjadikan wahana yang kondusif bagi peserta didik menghayati agamanya.
Dengan pendekatan itu yang ditonjolkan dalam pendidikan agama adalah ajaran dasar agama yang sarat dengan nilai-nilai spiritualitas dan moralitas.
5.      Membantu peserta didik mengembangkan rasa ketuhanan melalui pendekatan spiritual parentin.
  1. Implikasi Proses Penyesuaian Individu Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa setiap individu. Sekolah selain mengemban fungsi pengajaran juga mengemban fungsi pendidikan. Dalam kaitannya dengan pendidikan ini, peranan sekolah pada hakikatnya tidak jauh dari peranan keluarga, yaitu sebagi rujukan dan tempat perlindungan jika individu didik mengalami masalah. Oleh karena itulah, di setiap sekolah ditunjuk wali kelas, yaitu guru-guru yang akan membantu peserta didik menghadapi kesulitan dalam pembelajarannya dan guru-guru bimbingan dan penyuluhan untuk membantu peserta didik yang mempunyai masalah pribadi, dan masalah penyesuaian diri baik terhadap dirinya sendiri, maupun terhadap tuntutan sekolah.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mempelancar proses penyesuaian diri  setiap individu khususnya di sekolah adalah sebagai berikut.
1.      Menciptakan situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa betah bagi individu didik baik secara sosial, fisik, maupun akademis.
2.      Menciptakan suasana belajar mengajkar yang menyenangkan bagi peserta didik.
.      Usaha memahami peserta didik secara menyeluruh baik prestasi belajar, sosial, maupun seluruh aspek pribadinya.
4.      Menggunkan metode dan alat mengajar yang menimbulkan gairah belajar.
5.      Menggunakan prosedur evaluasi yang dapat memperbesar motivasi belajar.
6.      Ruangan kelas yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
7.      Peraturan atau tata tertib yang jelas dan dipahami oleh peserta didik.
8.      Guru menjadi teladan dalam segala aspek pendidikan
9.      Kerja sama dan saling pengertian dari para guru dalam melaksindividuan kegiatan pendidikan di sekolah.
10.  Pelaksanaan program bimbingan dan penyeluhan sebaik-baiknya.
11.  Situasi kepemimpinan yang saling pengertian dan tanggung jawab baik pada guru, maupun pada siswa.
12.  Hubungan yang baik dan penuh pengertian antara sekolah dengan orang tua siswa dan masyarakat (Sunarto dan Hartono, 2008:240).
Guru merupakan figur pendidik yang penting dan besar pengaruhnya terhadap penyesuaian peserta didik, maka dari itu seorang guru harus memiliki sifat-sifat yang efektif, yaitu sebagai berikut.
1.      Memberi kesempatan, antusias, dan berminat dalam aktivitas peserta didik di kelas.
2.      Ramah ( cheerful) dan optimis.
3.      Mampu mengontrol diri, tidak mudah terganggu, dan teratur tindakannya.
4.      Senang akan canda gurau dan mempunyai rasa humor.
5.      Mengetahui dan mengakui kesalahan-kesalahannya sendiri.
6.      Jujur dan objektif dalam memperlakukan peserta didik.
7.    Menunjukkan pengertian dan rasa simpati dalam bekerja dengan peserta didik (Ryans dalam Sunarto dan Hartono, 2008:241).    
  1. ISU SENTRAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERTUMBUHAN     DAN PERKEMBANGAN INDIVIDU TERHADAP PENDIDIKAN
          Pertumbuhan dan perkembangan individu terhadap pendidikan sangat berkaitan dengan  berbagai sisi kehidupan yang digeluti oleh setiap individu. Masalah pertumbuhan dan perkembangan setiap individu juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan faktor sisoal. Faktor ekonomi mempengaruhi sisi ketercukupan gizi setiap individu yang tentunya akan berpengaruh  pada pertumbuhan. Begitu juga, faktor sosial akan mempengaruhi sisi perkembangan mental setiap individu.
Perlakuan sosial yang baik dalam hidup akan menjadikan perkembangan mental yang baik pula. Ketercukupan gizi yang sehat akan membuat pertumbuhan yang sehat dan perkembangan mental yang baik pula. Kedua faktor tersebut sangat berdampak pada pendidikan individu nantinya karena pertumbuhan dan perkembangan memberi implikasi yang sangat signifikan terhadap pendidikan.
Untuk melihat isu yang sedang marak saat ini, kami mencoba mengangkat fenomena anak jalanan. Hal ini merupakan fenomena yang terjadi di Negara Indonesia. Kemiskinan menjadikan anak-anak menjadi anak jalanan dan pengangguran menjadikan angka kemiskinan meningkat. Sejak krisis tahun 1998, kegiatan anak jalanan di Indonesia semakin meningkat, mulai di alun-alun, bioskop, jalan raya, simpang jalan, stasiun kereta api, terminal, pasar, pertokoan, dan mall. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang, sehingga membuat jiwa mereka gersang. Oleh karena itu, tidaklah terlalu berlebihan bila dikatakan bahwa anak jalanan senantiasa berada dalam situasi yang mengancam perkembangan fisik, mental, dan sosial bahkan nyawa mereka.
Keadaan kota merupakan salah satu faktor yang menyebabkan banyaknya anak jalanan. Kota yang padat penduduknya dan banyak keluarga bermasalah membuat anak yang kurang gizi, kurang perhatian, kurang pendidikan, kurang kasih saying, dan kehangatan jiwa, serta kehilangan hak untuk bermain, bergembira, bermasyarakat, atau bahkan mengakibatkan anak-anak dianiaya batin, fisik, dan seksual oleh keluarga, teman, orang lain lebih dewasa. Faktor pendidikan menjadi perhatian kita bersama karena masa anak-anak itu adalah masa yang paling vital dalam dunia pendidikan.
Kegiatan Anak Jalanan  Menurut M. Ishaq (2000), ada tiga ketegori kegiatan anak jalanan, yakni : (1) mencari kepuasan; (2) mengais nafkah; dan (3) tindakan asusila. Kegiatan anak jalanan itu erat kaitannya dengan tempat mereka mangkal sehari-hari, yakni di alun-alun, bioskop, jalan raya, simpang jalan, stasiun kereta api, terminal, pasar, pertokoan, dan mall.
Terkait hal yang disebutkan di atas, maka perlu adanya kampanye perlindungan terhadap anak jalanan sebagai bentuk sosialisasi dan alangkah baiknya bila dilakukan secara terus menerus setidaknya untuk mendorong pihak-pihak di luar anak jalanan agar menghentikan aksi-aksi kekerasan terhadap anak jalanan. Sebenarnya anak jalanan tidak berbeda dengan anak yang lainnya, mereka juga mempunyai potensi dan bakat. Pada masa anak-anak seperti itu otak yang memuat 100-200 milyar sel otak siap dikembangkan serta diaktualisasikan untuk mencapai tingkat perkembangan potensi tertinggi. Pada perkembangan otak manusia mencapai kapasitas 50 % pada masa anak usia dini.
Pasal 9 ayat (1) UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menyebutkan; “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”. Pemenuhan pendidikan itu haruslah memperhatikan aspek perkembangan fisik dan mental mereka. Pendidikan tidak sekedar pendidikan, artinya pendidikan semestinya dilandasi oleh cinta dan kasih sayang. Pendidikan pada hakikatnya bertujuan membentuk karakter anak menjadi anak yang baik. Khusus untuk anak jalanan pendidikan luar sekolah yang sesuai adalah dengan melakukan proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam wadah rumah singgah.
Menurut Ishaq (2000), khusus untuk anak jalanan, pendidikan luar sekolah yang sesuai adalah dengan melakukan proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam wadah "rumah singgah" dan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), yaitu: anak jalanan dilayani di rumah singgah, sedangkan anak rentan ke jalan dan orang dewasa dilayani dalam wadah PKBM.  Rumah singgah dan PKBM itu dipadukan dengan-sekaligus menerapkan-pendekatan kelompok dan CBE (Community Based Education, pendidikan berbasis masyarakat) serta strategi pembelajaran partisipatif dan kolaboratif (participative and collaborative learning strategy).  Program pendidikan yang terselenggara itu, antara lain, dapat berupa : Kejar Usaha; Kejar Paket A (setara SD); Kejar Paket B (setara SLTP); bimbingan belajar; Diktagama (pendidikan watak dan dialog keagamaan); Latorma (pelatihan olahraga dan bermain); Sinata (sinauwisata); Lasentif (pelatihan seni dan kreativitas); Kelompok Bermain; Kampanye KHA (Konvensi Hak Anak-anak); FBR (forum berbagi rasa); dan pelatihan Taruna Mandiri.
Untuk materi pembelajaran, menurut  Ishaq (2000:371), Materi pembelajarannya mencakup: agama dan kewarganegaraan; calistung (membaca-menulis-berhitung); hidup bermasyarakat; serta kreativitas dan wirausaha. Prestasi belajar dan keberhasilan program dievaluasi dengan tahapan self-evaluation berikut :(1) penetapan tujuan belajar; (2) perumusan kriteria keberhasilan belajar; (3) pemantauan kegiatan belajar; serta (4) penetapan prestasi belajar dan keberhasilan program. Hasil evaluasi itu diungkapkan pada akhir masing-masing kegiatan melalui laporan lisan atau tertulis. Hasil evaluasi kegiatan belajar insidental dilaporkan secara lisan atau ditempel pada papan pengumuman yang terdapat di rumah singgah atau PKBM, sedangkan hasil evaluasi kegiatan belajar berkesinambungan dilaporkan melalui buku raport. Adapun keberhasilan program diungkapkan secara berkala : harian, mingguan, bulanan, dan tahunan.
Beberapa tahun terakhir ini, di Indonesia, perhatian sebagian warga masyarakat terhadap kehidupan anak-anak makin meningkat. Ini juga dampak dari kiat-kiat yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) adalah Lembaga Independen yang kedudukannya setingkat dengan Komisi Negara yang dibentuk berdasarkan amanat Keppres 77/2003 dan pasal 74  UU No. 23 Tahun 2002 dalam rangka untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia. Lembaga ini bersifat independen, tidak boleh dipengaruhi oleh siapa dan darimana serta kepentingan apapun, kecuali satu yaitu “Demi Kepentingan Terbaik bagi Anak” seperti diamanatkan oleh CRC (KHA) 1989.
Konvensi hak anak-anak yang dicetuskan oleh PBB (Convention on the Rights of the Child), sebagaimana telah diratifikasi dengan Keppres nomor 36 tahun 1990, menyatakan, bahwa karena belum matangnya fisik dan mental anak-anak, maka mereka memerlukan perhatian dan perlindungan. Perlindungan itu diberikan oleh masyarakat yang berdaya. Masyarakat yang berdaya adalah mereka yang memperoleh pemahaman dan mampu mengawasi daya-daya sosial, ekonomi, dan politik sehingga harkat dan martabatnya meningkat. Lebih jauh, Kindervatter (1979:13) mendefinisikan pemberdayaan atau empowering sebagai "people gaining an understanding of and control over social, economic, and/or political forces in order to improve their standing in society"
Pendidikan utama adalah keluarga. Di sini dituntut kesepahaman dalam mendidik antara ayah dan ibu. Keluarga yang ideal dan kondusif bagi tumbuh-kembangnya anak, sangat didambakan pula oleh anak-anak jalanan. Pendirian rumah singgah serta lembaga Komisi Perlindungan aanak Indoonesia merupakan solusi terhadap kebutuhan pendidikan serta kehidupan yang layak bagi anak jananan. Pemerintah Indonesia juga sudah memberikan penghargaan beberapa tokoh perlindungan anak. Penghargaan ini diserahkan oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta Swasono, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo dan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah yang diserahkan secara bergantian, simbol penghargaan tersebut pada acara puncak peringatan Hari Anak Nasional di Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara, Kamis (23/7). Penerima penghargaan antara lain tokoh nasional perlindungan anak Seto Mulyadi, aparat hukum peduli anak AKP B. Sembiring, pencipta lagu anak AT Mahmud, serta pengelola Lembaga Perlindungan Anak di Lampung, Budiono. "Terima kasih kepada para pimpinan lembaga masyarakat, yayasan, pejuang, sukarelawan, dan dermawan yang telah merawat, mengasuh, mendidik dan melindungi anak-anak kita," kata Meutia pada acara yang dihadiri ratusan anak dari berbagai daerah itu.
Kalau kita lihat sungguh luar biasa perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan oleh para dermawan, sukarelawan, lemabga masyarakat, yayasan, dan pejuang tersebut. Secara kasat mata mereka telah mengamalkan hadis nabi yang artinya “Tidaklah beriman kepadaku, orang yang bermalam dalam keadaan kenyang, sedangkan tetangganya berada di sampingnya kelaparan dan ia mengetahui hal itu” (Hadis riwayat Bukhari dan Thabrani). Semua yang mereka lakukan adalah bukti amalan iman dan kecintaannya kepada sesama makhluk hidup.
Dalam hadis yang lain Rasulullah menyebutkan “Orang-orang yang mengasihi itu akan dikasihi oleh Yang Maha Pengasih. Maka kasihilah siapa saja yang ada di bumi, niscaya kamu akan dikasihi oleh mereka yang ada di langit”(HR. Abu Dawud dan At-Tarmizi)” dalam (Ulwan, 2002).
Didiklah anak-anakmu dengan pendidikan yang baik” (HR. Ibnu Majah) mendidik dengan baik tentunya butuh lingkungan yang baik. Lingkungan yang baik pertama yang harus didapat oleh setiap individu adalah keluarga. Keluarga adalah tempat pendidikan pertama. Selain keluarga, lingkungan masyarakat atau pergaulan, dan sekolah merupakan tempat yang akan mendidik setiap individu dan setiap lingkungan tersebut akan memberi pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan individu baik secara mental, jasmani, dan rohaninya. Untuk itu, pilihlah lingkungan yang baik.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © PGSD - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Nafi design -